Oom Rinus buta teknologi. Ia tak tahu betapa besar arti teknologi
untuk perkembangan dunia. Yang ia tahu hanya bahwa Tina anak
perempuannya yang masih SMP itu minta dibelikan Blackberry, bahwa Tina
tak mau ke sekolah kalau belum dibelikan Blackberry karena ia sering
diejek oleh teman-teman sekolahnya yang hampir semua pakai Blackberry,
bahwa ia harus menjual 2 ekor kambing untuk membeli Blackberry, bahwa ia
tak tahan dengan renggekan anak kesayangannya dan kasihan padanya.
"Blackberry
itu pa, ada blackberry masanggernya, bisa facebook, twiter, google!
pokoknya Blackberry itu HP paling bagus di dunia ini Pa."
Sekali
lagi Oom Rinus buta teknologi. Ketika mendengar kata Blackberry
masangger, facebook, twiter, google dengan cepat kata-kata itu
menggelembung dan membiak di kepalanya. Tapi ia jadi lemas mendengar
harganya. 1.500.000. mahal amat?
"Bagaimana kalau kubelikan yang macam punya tante Debora?"
"HP Nokia? yang bisa bunuh seekor kucing dengan sekali lempar? itu kuno Pa,
tidak bisa buat Blackberry masangger, facebook, twiter, google!
pokoknya harus Blackberry!"
Akhirnya
dijualnya 2 ekor kambing agar bisa beli Blackberry. Oom Rinus buta
teknologi. Ia tak tahu betapa besar akibat teknologi bagi anak-anak
jaman sekarang ini. Sejak punya Blackberry kelakuan Tina aneh-aneh saja
bikin Oom Rinus pusing kepala. Tina memang rajin sekolah, tapi di rumah
Tina tak pernah bekerja, hari-hari hanya ketawa-ketawi, tidur-tiduran
dengan Blackberrynya itu. Nilai rapornya banyak merahnya. Oom Rinus ini
memang paling goblok. Sudah tahu begitu masih saja ia kasih uang pulsa
untuk anaknya itu. Kalau istrinya marah-marah. Ia akan bilang.
“Mama, sudahlah dia anak perempuan satu-satunya, sudah sepantasnya dia diperhatikan lebih.”
Memang
paling enak jadi anak satu-satunya ya! Satu-satunya perempuan atau
satu-satunya laki-laki. 3 anak laki-laki Oom Rinus bekerja tiap
hari, tapi Tina ini, uih bukan main sayangnya.
Kelakuan Tina ini dari hari ke hari bikin stress satu keluarga. Diajaknya
teman-temannya datang ke rumahnya. Ibunya disuruh buatkan minum dan
makan. Seharusnya ya! Perempuan itu yang bantu ibu memasak, sekalian
belajar. Ini Tina, sama teman-temannya duduk ngerumpi dengan Blackberry
masing-masing. Mereka melihat gambar-gambar baju Korea di Blackberry.
Yang bagus ditunjukkannya pada ibunya. Ibunya lantas marah-marah.
Ditunjukkannya pada ayahnya.
“Ini bagus Papa, lagi tren baju begini.”
“Pakai saja baju yang ada, lagian baju macam begitu tidak sopan kalau kau pakai.”
“Ini murah Papa, lagi tren yang begini, beli ya Pa, beli ya!”
Ia
merenggek-renggek. Diiba-ibakan mukanya. Ayahnya jadi kasihan.
Dibelikan pula baju Korea itu. Jadilah sekarang Tina selalu pakai
pakaian yang menunjukkan pahanya yang mulus, biar seperti artis-artis Korea. Ia selalu diganggu anak laki-laki yang lagi nongkrong di pinggir
jalan. Tina tersipu-sipu malu. Senangnya bukan main dibilang seksi.
Sekali waktu Tina datang lagi pada ayahnya.
“Pa, sudah tahu belum, sekarang Blackberry sudah tutup, bangkrut! Kasihan ya! Padahal bagus begini.”
Oom Rinus buta teknologi. Tapi ia senang juga mendengar itu. Mendengar kata
tutup dan bangkrut sudah cukup membuatnya berpikir bahwa Blackberry tak
lagi laku dan tak dijual lagi. Tapi ia lemas bukan kepalang saat Tina
bilang,
“Sekarang ada yang baru Pa, yang lebih bagus dari
Blackberry! Lupa namanya, ah, Android atau Windows Phone. Uih Papa, itu
paling bagus. Tochskrin lagi. Sudah bisa buat Blackberry masangger.”
Oom
Rinus berdiri kaku, menganga! Seperti kena sambar kilat. Pikirnya pasti
disuruh belikan yang macam itu. Benar! Tina merenggek-renggek lagi!
Tentu minta dibelikan! Banyaklah ancaman-ancamannya. Tidak mau
sekolahlah, lari dari rumahlah. Ibunya tak ambil pusing! Sudah kepalang
stress punya anak macam begitu. Bikin susah rumah tangga saja. Minta
yang aneh-aneh, yang belum pantas untuknya. Ibunya tak pernah meladeni
anaknya itu.
Taulah Oom Rinus ini sayang benar pada Tina. Anak perempuan satu-satunya.
“Yang Blakberry itu juga sudah bagus.”
“Ah, ini sudah kadaluarsa Papa, sudah tidak dipakai sekarang, teman-teman Tina banyak yang pakai Android, bagus itu Papa!”
“Kalau begitu, jual saja yang itu, atau tukar saja dengan yang baru.”
“Jual? Ini mah sudah tidak laku lagi, mana ada yang mau beli, beli yang Android saja ya Pa,” diiba-ibakan mukanya.
Akhirnya
dijualnya 3 ekor kambing agar bisa beli Android. Sekarang Tina makin
jadi-jadi kelakuannya. Sudah sering telpon-telponan. Kata adik
laki-lakinya, Tina sekarang sudah punya pacar. Memang saja, sekarang Tina selalu dijemput dan diantar oleh teman laki-lakinya itu. Di sekolah
Tina punya geng, pakai Android semuanya. Yang tidak pakai, harap
menyingkir kalau tidak jadi bahan hinaan. Trus aneh-anehlah anak-anak
jaman sekarang ini, mau bergaul kalau punya pin BB, whats apps, line
dsbnya; itu yang merupakan produk luar negeri. Kalau tidak punya, jangan
harap punya banyak teman. Anak-anak itu yang punya BB, Android yang
dibicarakannya hanya soal BB saja, soal Twiter, soal facebook. Sukanya
pada yang berbau Korea-koreaan. Lagunya, filmnya, pakaianya, mukanya,
gaya bicaranya. Ada pula yang make up dibuat-buat agar mirip artis Korea,
padahal hitamnya minta ampun. Yang laki-laki sukanya nonton video
porno. Ada juga yang buat video asusila itu. Mana ada yang bicara
tentang mata pelajaran. Jangan harap. Paling satu-satu anak saja. Kami
yang tua-tua ini hanya bisa geleng-geleng kepala melihat semua ini.
Jaman bebas, jaman orang melakukan apa saja tanpa ada yang melarang!
Yang tua-tua itu bilang ini jaman
“Jaman kebebasan yang kebabblasan”
Tina
ini, memang tak punya hati nurani. Ia sama sekali tak mengerti. Tiap
hari minta dibelikan pulsa. Ada-ada saja alasannya. Ia tak mengerti sama
sekali kalau penghidupan makin sulit. Buat makan saja susah. Pinjam
uang sana-sini buat biaya sekolah anak-anak. Kambing-kambing masih
kecil-kecil. Ibunya tiap hari ke pasar jualan sayur. Apa pula yang
diharapkan dari sayur jaman sekarang? Semuanya sudah diimpor dari luar
negeri. Semuanya; bawang, sayur, lombok dll. Ayahnya seharian kerja di
kebun sayur, kebun bawang. dan lombok. Orang tuanya bekerja banting
tulang, si Tina? aih duduk bermalas-malasan dengan barang bodohnya itu. Jam makan, makan. Jam belajar, mana ia belajar. Bertelpon-telponlah ia
dengan pacarnya sampai larut-larut malam.
Sekarang ini
Oom Rinus makin kurus saja. Taulah banyak kerjaan dan banyak pikiran
pula. Tentu saja salah satunya soal Tina ini. Anaknya yang tak tau diri.
Parahnya lagi si Tina tidak mengerti sama sekali. Ia bilang pada
ayahnya.
“Pa, jangan terlalu banyak bekerja, nanti sakit.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar