ANALISIS CERPEN JALUR-JALUR MEMBENAM KARYA WILDAN YATIM

Cerpen "Jalur-jalur Membenam", setelah saya baca, sangat menyentuh. Jalan ceritanya mengalir dengan dialog-dialog yang begitu menyentuh. Hal ini mendorang saya untuk mencoba menganalisis cerpen ini. 

Sinopsis cerpen
Cerpen Jalur-jalur membenam berkisah tentang seorang laki-laki bernama Idris – seorang dosen ITB- yang sedang melakukan perjalanan pulang ke kampung halamannya Talu. Dalam perjalanan itu ia terkenang akan masa lalunya dahulu dengan seorang wanita yang ia cintai bernama Hasnah, seorang penari panggung. Ia dihinggapi rasa haru dan rindu yang mendalam. Namun sudah hampir 17 tahun lamanya mereka tidak pernah bertemu. Kabar terakhir bahwa Hasnah sudah menikah dengan seorang saudagar kaya di daerah itu. Saat menunggu bus sambungan dan menginap di lepau Bagindo, ia bermimpi bertemu Hasnah. Ia coba bertanya-tanya tentang Hasnah kepada Bagindo pemilik Lepau. Dari situ ia mendapat informasi bahwa seorang saudagar kaya bernama Engku Nurdin baru saja pindah dari Padang Sidempuan setahun yang lalu, istrinya bernama Hasnah dan sering dipanggil bu As. Ia meyakini dialah Hasnah kekasihnya dulu. Ia teringat akan rambutnya yang dijalin dua dan bibirnya kemerahan. Ia pergi menjumpai Hasnah. Ketika ia bertemu, ia mendapati Hasnah masih seperti yang dulu, rambutnya dijalin dua, bibirnya kemerahan dan cara tertawanya yang mengekik, menutup mulutnya dengan takupan tapak tangan dan mencekuk sedikit di kerongkongan. Dan ia tetap cantik.
Saat itu, ia melepas kerinduan yang mendalam saat bertemu Hasnah. Hasnah memeluk erat tubuhnya dalam tangis yang penuh haru dan kerinduan. Ia tau bahwa ia masih mencintai Hasnah namun ia juga sadar bahwa Hasnah bukanlah jodohnya. Ketika Hasnah meminta untuk tinggal di rumahnya sampai bus datang, ia menolak. Keesokan harinya ia pulang ke kampungnya, di Talu. Ia tak pernah datang lagi ke rumah Engku Nurdin. Ketika hendak pulang ke Bandung, ia lewat depan rumah Engku Nurdin. Hasnah ada di situ, ia melambaikan tangan. Hasnah hanya menatap seperti patung, setelah mobil itu jauh Hasnah berlari merunduk masuk ke rumah. Idris mengerjap-ngerjap di samping sopir dan berusaha tidak mengusap matanya.
( sumber: Kumpulan cerita Pendek Indonesia II, Editor Satyagraha Hoerip, hal 114-130)

PEMBAHASAN
karya sastra, baik itu cerpen, novel, puisi atau drama selalu menyajikan perilaku-perilaku manusia yang tergambar dalam tokoh-tokoh karya sastra tersebut. Perilaku-perilaku tersebut beragam, dan bukan hal yang mudah mendalami perilaku setiap tokoh dalam karya sastra tersebut. Oleh karena itu diperlukan pendakatan psikologi untuk mengkaji secara mendalam perilaku batin dan kejiwaan tokoh dalam karya sastra.
Menurut Andre Harjana dalam bukunya kritik sastra: sebuah pengantar ( 1985: 60), psikologi memasuki bidang kritik sastra melalui beberapa jalan: pembahasan tentang proses penciptaan, pembahasan psikologi terhadap pengarangnya ( baik sebagai suatu tipe maupun sebagai seorang pribadi), pembicaraan tentang ajaran dan kaidah psikologi yang dapat ditimbah dari karya sastra dan pengaruh karya sastra terhadap pembacanya.
Di sini penulis menganalis cerpen Jalur-jalur membenam berdasarkan aspek-aspek psikologi sastra tersebut di atas.
Suatu Karya sastra, meskipun nilainya bebas dan tidak tergantung pada proses penciptaan maupun penciptanya sendiri, tak dapat dipungkiri bahwa karya sastra sangat dekat dengan jiwa penciptanya. Artinya keadaan jiwa penciptanya sangat menentukan karya sastra yang diciptanya. Meskipun di sisi lain ada juga karya sastra yang murni sebagai sebuah karya imajinasi belaka. Keadaan jiwa menurut Wordsworth dalam Andre Harjana akan melahirkan pengungkapan dalam setiap peristiwa dalam suatu karya sastra.
Cerpen “ Jalur-jalur Membenam” ditulis oleh Wildan Yatim berdasarkan pengalaman pribadi dan dalam keadaan keharuan yang hebat ketika mengenang peristiwa itu. (pengakuan wildan Yatim terhadap proses Penciptaan cerpen “ Jalur-jalur membenam” dalam buku Proses Kreatif). Keadaan jiwa Wildan Yatim tergambar sangat jelas terlihat dari dialog dan adegan-adegan dalam cerita yang begitu hidup dan menyentuh. Seperti dalam dialog ketika Wildan Yatim menggambarkan bagaimana hingga saat itu mereka masih juga saling mengasihi:
Idris bangkit mengikut, kemudian mereka berjalan berjejer. Tangan mereka bersentuh di lorong. Idris dalam hati berpikir betapa akrab persahabat mereka dulu, dan setelah tiga tahun setelah tamat sekolah mereka tetap mempertahankan hubungan dengan perantaraan surat. Bahkan dengan surat barulah mereka berani memanggil kata-kata kekasih.
Lewat sebuah karya sastra juga kita dapat menarik kesimpulan tentang bagaimana kepribadian seorang pengarang. Berdasarkan pengakuan wildan yatim bahwa kebanyakan cerpen-cerpennya tercipta berdasarkan pergulatannya dengan pengalaman pribadi dirinya. Pengalaman-pengalaman tersebut membuatnya terharu dan menggugah hati. Hal ini terlihat juga dalam cerpen ini, sosok Idris sebagai tokoh utama dalam cerpen disebut pernah kuliah di bandung dan sebagai dosen ITB.
“Perkenalkan sama paman. Heri. Ini paman dari bandung. Insinyur, Heri. Dosen ITB."
Tentu kita semua tau bahwa Wildan Yatim tamat ITB dan mengajar di ITB. Hal ini menunjukkan keadaan jiwa Wildam Yatim yang memiliki pribadi yang selalu terharu akan sebuah peristiwa dan dalam karyanya selalu mengaitkan peristawa yang mengharukan tersebut dalam setiap karyanya. Secara tidak langsung Tokoh Idris dalam cerpen tersebut adalah interpretasi jiwa Wildan Yatim.
Tokoh-tokoh utama dalam “ Jalur-jalur Membenam” baik Idris maupun Hasnah, adalah pribadi yang selalu terbawa oleh kisah masa lalu. Idris meskipun sudah 17 tahun lamanya tak bertemu Hasnah selalu merindukannya. Begitu halnya dengan Hasnah.
“Sambil berpakaian ia memikir-mikirkan apakah Hasnah masih secantik dulu, ketika ia menjadi sri panggung, setelah kini ia telah punya enam anak. Barangkali ia sudah gemuk dan banyak pikiranya. Dan yang mungkin aneh cara penerimaannya nanti.”
Dari keseluruhan cerpen tersebut, baik bahasanya, dialognya, maupun karakter tokoh-tokohnya sangat menyentuh pembaca. Wildan Yatim berhasil mendeskrispikan setiap detil peristiwa, situasi dan mampu menyusun alur dengan baik. Menurut pengakuan teman-teman Wildan Yatim “ cerpen Jalur-jalur Membenam” adalah cerpen paling bagus dari karyanya. Katanya, dialog dan adegan-adegannya begitu menyentuh.

SUMBER PUSTAKA
Eneste, Pamusuk,Editor.1983.Proses Kreatif:mengapa dan bagaimana saya mengarang.
Gramedia. Jakarta
Hardjana, Andre.1985. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar. Gramedia. Jakarta
Hoerip, Satyagraha, Editor. 1986. Cerita Pendek Indonesia II. Gramedia. Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar