Sinopsis
cerpen “Catatan Seorang Pelacur“
bercerita tentang refleksi panjang seorang wanita penghibur bernama Neng Sum
tentang kehidupan yang ia jalani saat itu. Refleksi panjang tersebut ia
curahkan dalam buku hariannya yang menjadi teman setianya menjalani hari-hari
yang penuh tantangan.menurutnya buku harian adalah tempat mencurahkan segala
hal yang bersifat pribadi, suatu rahasia yang dapat meringankan beban jiwa.
Persoalan cinta adalah persoalan
yang pertama terlintas di benaknya. Di dalam kamar kosong, di depan buku
hariannya, bagi dirinya yang telah terlanjur bergelimang lumpur, maka cinta (
dalam arti suami-istri) adalah omong kosong. Ia pernah menikah namun kembali
ditengah masyarakat yang begitu membenci dan mengutuki pelacuran, para lelaki merasa
janggal, aneh, melihat kehadirannya di tengah kehidupan mereka yang sopan.
Malam itu, lelaki terakhir yang
ia layani adalah mantan tetangganya. Seorang lelaki yang tidak menjaga
kesetiaannya, ia mencari kenikmatan di luar lantaran istrinya belum mau punya
anak lagi. Ia tak dapat membayangkan seandainya saat itu istrinya memergokinya.
picture by google |
Terlintas di benaknya lagi
penghidupan yang hitam dihadapanya, tanpa batas waktu kapan akan berakhir. Ia
hidup sebatang kara, meskipun ia masih punya keluarga, tetapi mereka malu dan
menganggap kehadirannya ditengah mereka adalah sebuah angka nol. Saat ini ia
berpikir bahwa hidup selanjutnya betul-betul berada di tangan sendiri. Apakah
mau dihancurkan atau membinanya.
Dalam keterpurukannya itu ia juga
sadar, ia tidak mau seperti Aisah yang menghamburkan uang demi cinta palsu
setiap lelaki. Setelah beberapa hari kembali lagi menjadi seorang pelacur. Ia
juga tak mau seperti Emi yang menghamburkan uang dengan makan makanan mewah,
minum minuman keras, mabok. Setelah itu ia kembali menjadi pelacur dan merati
hidupnya.
Neng Sum berusaha menghindari
kehidupan seperti Aisah dan Emi tersebut. Ia berencana setelah mengumpulkan
uang secukupnya ia akan mengucapkan slamat tinggal pada penghidupan yang
memalukan ini. Dengan uang tersebut ia akan berusaha berdagang dan dalam pada
itu untuk sementara menutup pintu bagi cinta yang bersifat spekulasi.
PENDAHULUAN
Sejak gerakan feminisme dimulai
beberapa abad yang lalu persoalan akan kesetaraan gender tiada habis-habisnya.
Di sisi lain orang ramai-ramai memperjuangkan persamaan hak dan perlakuan
diskriminasi terhadap perempuan, namun di sisi lain pula penindasan dan
diskriminasi masih terus terjadi.
Feminisme itu sendiri
berasal dari kata Feminism (Inggris) yang berarti gerakan wanita yang menuntut
persamaan hak sepenuhnya antara kaum wanita dan pria (Kamus Besar Bahasa Indonesia Cetakan Ketiga) Pengertian feminisme juga
dikemukakan oleh Kutha Ratna dalam buku yang , berjudul “Teori, Metode, dan
Teknik Penelitian Sastra” mendefinisikan feminisme secara etimologis berasal dari
kata femme (woman), yang berarti perempuan (tunggal) yang
bertujuan untuk memperjuangkan hak-hak kaum perempuan (jamak), sebagai kelas
social.
Perjuangan feminisme
tersebut dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya lewat karya sastra.
Dalam karya sastra membicarakan feminisme berarti membicarakan hubungan antara
laki-laki dan perempuan dalam perspektif gender. Dalam makalah ini penulis
hendak menganalisa cerpen berjudul “ catatan seorang pelacur” dengan kajian
feminisme sastra.
PEMBAHASAN
Analisis dalam kajian feminisme hendaknya
mampu mengungkap aspek ketertindasan wanita atas diri pria (Kutha Ratna: 2007). Teori sastra feminis juga melihat
bagaimana nilai-nilai budaya yang dianut suatu mayarakat, suatu kebudayaan,
yang menempatkan perempuan pada kedudukan tertentu serta melihat bagaimana
nilai-nilai tersebut mempengaruhi hubungan antara perempuan dalam tingkat
psikologis dan budaya.
Dalam cerpen “Catatan Seorang Pelacur” tergambar dengan jelas bagaimana kehidupan seorang
pelacur benama Ning Sum yang terasing dari kehidupan yang baik-baik. Dalam
cerpen tersebut Ning Sum menggambarkan bahwa wanita sebenarnya hanya obyek seks
semata laki-laki.
“
Mereka telah kehilangan tubuhku yang sebetulnya dapat mereka jadikan mangsa
yang nikmat waktu napsunya mengubah mereka menjadi drakula atau seekor kucing
kelaparan yang dimatanya aku adalah seekor tikus betina”
Suatu kenyataan pula bahwa
laki-laki tidak pernah bisa menjaga kesetiaannya baik-baik. Mereka hanya
berpura-pura setia.
“Pak, kan sudah punya istri yang masih muda lagi cantik,” gurauku menyambutnya.
“Tapi dia belum ingin punya anak lagi,” jawabannya dengan senyuman yang
membungkus kehausan dan mata seekor vampir sewaktu aku melepaskan pakaian dan
dia mencegahku setengah mati ketika aku pura-pura memadamkan lampu.
Kehidupan yang ia jalani
sebelumnya memang sungguh menyakitkan baginya. Ketika ia sudah melepaskan diri
dari pekerjaan yang hina itu, menikah dan mencoba hidup baik-baik, ia mendapati
kehidupan yang jauh dari bayangannya, setelah ia hidup di tengah masyarakat
yang sangat membenci dan mengutuki pelacuran. Bahkan keluarganya pun menganggap
kehadirannya adalah angka nol bahkan keluarganya bersyukur jika ia tidak muncul
lagi di mata mereka.
Hal
ini menggabarkan bahwa nilai-nilai budaya yang dianut suatu masyarakat
menempatkan wanita pada posisi tertindas dan terasing dari kehidupan. Hal ini
berlaku umum di masyarakat kita, profesi semacam pelacur dianggap sebagai
profesi yang kotor dan penuh dosa, tanpa disadari bahwa terkadang banyak wanita
yang menjadi pelacur lantaran penghidupan yang susah dan berat.
Dari
cerpen tersebut, suatu hal positif dapat diambil dari sikap tokoh Neng Sum yang
begitu tegar menghadapi kehidupannya saat itu.
Ia tidak mau seperti Aisah dan Emi yang hancur hidupnya karena cinta
buta para lelaki. Sebagai wanita yang tegar ia memiliki rencana hidup, yaitu
keluar dari kehidupan yang dicap kotor ini dan memulai hidup baik-baik. Dan
satu hal lagi, ia akan menutup diri dari cinta bersifat spekulatif.
Lewat
cerpen ini, Putu Arya Tirthawirya ingin menyampaikan bahwa perempuan seperti
Neng Sum yang dicap kotor di tengah masyarakat perlu dihormati dan dihargai.
Mereka juga menjalani kehidupan semacam itu bukan karena apa-apa tetapi karena
persoalan hidup yang menghimpit. Sebenarnya juga, wanita-wanita malam yang
berseliweran dan menjadi mangsa laki-laki juga memiliki impian hidup baik-baik
dan normal seperti yang lainnya.
PENUTUP
Persoalan feminisme
memang tiada habisnya. Bahkan mungkin akan terus berlanjut. Namun perjuangan
feminisme juga tidak pernah berhenti. Termasuk juga lewat karya sastra. Lewat
karya sastra banyak pesan yang disampaikan terkait persoalan feminisme, seperti
dalam cerpen catatan seorang pelacur. Perempuan hendaknya bebas dari
diskriminasi hak dalam kehidupan tak peduli apapun profesi yang dijalaninya.
Jangan karena ia seorang pelacur lalu kita mengucilkannya dari kehidupan.
DAFTAR
PUSTAKA
Departemen Pendidikan Nasional. 1995. Kamus Besar Bahasa Indonesia Cetakan
Kedua, Jakarta: Balai Pustaka
Hardjana, Andre.1985. Kritik Sastra: Sebuah Pengantar.
Gramedia. Jakarta
Hoerip, Satyagraha, Editor. 1986.
Cerita Pendek Indonesia IV. Gramedia.
Jakarta
Kutha
Ratna, Nyoman. 2007. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra, Yogyakarta
: Pustaka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar