Sejak awal
cerita, tindakan-tindakan Tuan Meursault ini sudah berindikasi menyimpang dari norma sosial.
Peristiwa demi peristiwa ditampilkan dengan wajar. Cerita dibuka dengan kabar meninggalnya
ibu Tuan Meursault di panti wreda kemudian berlanjut dengan peristiwa
keberangkatannya menuju panti wreda untuk menghadiri pemakaman ibunya dan
peristiwa-peristiwa setelah pemakaman ibunya. Pada bab awal secara pribadi saya
sudah merasa ganjil dengan sikap Tuan Meursault, ia tampak tak merasa sedih
atau terpukul dengan kematian ibunya dan melihat itu sebagai suatu hal yang
wajar. Peristiwa ketika sedang menjaga jenazah ibunya menjadi tolak ukurnya,
orang-orang tua teman ibunya lebih bersedih dari dirinya yang merupakan ibu
kandungnya, ia minum kopi dan merokok di depan jenazah ibunya. Keganjilan lain, Soal alasannya mengirim ibunya
ke panti wreda misalnya, penghasilannya yang kecil tak mencukupi membayar seorang
penjaga, selain itu ia dan ibunya jarang berbicara. Secara tidak langsung ia
mau mengatakan bahwa kehadiran ibunya mengekangnya. Bagi saya, ia mengirim
ibunya ke panti wreda dengan tujuan agar ia bisa bebas melakukan apa saja. Jika
kita melihat fakta setelah pemakaman ibunya, ia terlihat lebih bebas,
jalan-jalan, pergi nonton film di bioskop bersama Marie, pergi ke pantai,
termasuk membawa Marie tidur di kamarnya, suatu hal yang bagi saya tidak
mungkin terjadi kalau ibunya masih tinggal dengannya. Dan juga membuat masalah
pembunuhan di pantai beberapa hari setelah pemakaman ibunya (masih dalam masa
berkabung).
Tindakan-tindakan
Tuan Meursault di bab-bab awal cerita yang bagi saya terlihat ganjil, menjadi
terang di bab-bab akhir cerita. Penembakan terhadap orang arab menjadi titik
awalnya. Di pengadilan, bukan soal penembakan itu lagi yang dipersoalkan tetapi
sikap dan tindakannya setelah kematian ibunya. Lewat tokoh Jaksa Penuntut, yang
merupakan representasi dari norma sosial itu (selain direktur panti wreda,
penjaga kamar jenazah, teman baik ibunya yang bernama Perez) menunjukkan bahwa:
ia sama sekali tidak berperasaan, ia tidak mengetahui usia ibunya, bahwa ia berenang
keesokan harinya dengan seorang wanita, merokok di depan jenazah ibunya, ia
tidak lebih berduka dari pada seorang Perez yang tak begitu lama mengenal
ibunya, menonton film, dan tidur bersama Marie di kamarnya. Bahwa ia telah
membangkitkan kemarahan musuh-musuh Rymond dan membunuh salah satu dari mereka.
Jaksa Penuntut itu menuduhnya juga telah membunuh ibunya secara moral.
Bagi saya, Tuan
Meursault sepintas lalu adalah pribadi yang biasa-biasa saja. Ia bertindak
dengan pikiran bahwa semua itu bisa saja terjadi. Ia menjadi istimewa karena ia
seperti tak memiliki kepribadian, bertindak semau dia, kurang bijaksana, dan
tak punya pendirian yang tetap. Ia tidak memiliki kesadaran terhadap lingkungan
sosialnya dan tak punya tujuan hidup yang jelas. Bagi saya di sinilah titik
dari ‘Orang Asing’ yang dimaksud oleh Albert Camus (terlepas dari berbagai isu
lain yang diangkatnya). Tuan Meursault lah Orang Asing dalam cerita ini. Ia tak
tahu harus mengapakan dirinya sendiri. Ia tak mengenal lingkungan (kultur)
daerah tempat tinggalnya dan menganggap soal kematian adalah hal yang wajar-wajar
saja.
Banyak hal
yang ingin disampaikan oleh Albert Camus dalam novel “Orang Asing” (judul asli L’Etranger) setebal 124 halaman. Diterbitkan
oleh Yayasan Obor dan diterjemahkan dengan sangat baik oleh Apsanti
Djokosujatno. Novel pertamanya ini menggemparkan dunia. Bahasanya sederhana,
menggunakan kalimat pendek, dan caranya melukiskan setiap peristiwa sangat mengesankan.
Peristiwa demi peristiwa telihat wajar di mata kita namun sesungguhnya
mengandung maksud yang mesti ditafsirkan.
Lewat novel
ini, apa yang disebut oleh Roky Gerung (dalam prolog buku kumpulan cerpen
kompas 2008) sebagai ‘kepentingan politis’ terwujudkan yaitu untuk memproduksi
suasana. Suasana yang dimaksud di sini adalah suasana risau, sedih terhadap
kisah dalam novel ini. Di sisi lain membaca novel ini sebagai bentuk
konfirmasi. Yaitu, konfirmasi terhadap kegelisahan hidup, penemuan diri dan
terutama eksistensi diri di tengah masyarakat.
Saya baru baca buku ini, masih separuh belum kelar. Ceritanya mengalir dan memang seperti biasa-biasa saja.
BalasHapusBlog yang menarik, mengingatkan saya akan Albert Camus, kutipan:" Saya lelaki Mediterranean, dengan badan sehat yang menyembah keindahan dan badan seperti orang Yunani kuno. Saya berada di antara kesengsaraan dan sinar matahari. Kesengsaraan menghentikan saya akan kepercayaan akan bahwa semua baik adanya di bawah matahari, dan akan sejarah; matahari mengajari saya bahwa sejarah bukanlah segalanya. "
BalasHapusSaya mencoba menulis blog tentang hal ini, semoga anda juga suka blog di di http://stenote-berkata.blogspot.com/2018/08/wawancara-dengan-albert.html.