picture from google |
Berita
baru ini sungguh sangat menggemparkan seisi desa, bahkan berita ini sampai ke
seantro negeri ini. Bak mukjisat yang dibawa malaikat-malaikat dari balik
langit setelah melihat umat manusiaNya terpuruk lalu melemparkan secuap harapan
ke bumi. Kabarnya Lira anak janda tua berumah reyot di tepi desa itu memiliki
batu ajaib. Kononya batu itu jatuh tepat di telapak tangan Lira saat ia
menangis tersedu-sedu meratapi ibunya yang sakit di tengah malam gelap. Saat ia
menengadah ke langit meminta doa, tiba-tiba batu yang berbinar-binar itu jatuh
di telapak tangannya.
Bentuknya
seperti batu kali, kecil dan berwarna hitam. Jika dicelupkan ke dalam air dan
air bekas celupan itu diminum, maka yang meminum air itu akan terbebas dari
segala penyakit yang menggerogotinya. Memang benar adanya. Ibu Lira yang
menderita penyakit itu kini tampak segar bugar. Tentu ini mukjizat. Mendadak
rumah janda tua itu jadi ramai. Berbondong-bondong orang datang. Orang yang
sebelumnya tak pernah kami lihat. Orang-orang miskin dari anak-anak sampai yang
tua-tua dan yang kaya dari anak-anak
sampai yang tua-tua datang ingin melihat dan melaksanakan ritual penyembuhan
dengan batu ajaib ini. Bermacam-macam penyakit yang ingin disembuhkan, ada yang
kanker, tumor, TBC, penyakit kulit dan banyak lagi. Mendadak rumah-rumah sakit
jadi sepi pasien. Wartawan-wartawan surat kabar dan teve datang memotret,
mewawancarai Lira dan ibunya. Lira sekarang jadi terkenal. Nama dan wajahnya
menghiasi Koran-koran dan teve negeri mengalahkan berita para pesohor negeri
dan berita-berita pemerintah yang korup. Biayanya? Tidak seberapa. Di samping
tempat duduk lira ada sebuah kardus, tak dituntut berapa yang diberikan. Tapi
yang pasti kardus itu terisi. Dan memang selalu terisi penuh.
Berita
ini sampai juga di keluarga kami. Sudah hampir setahun ayah menderita kanker
paru-paru stadium empat. Dan sangat mengerikan memang. Sudah dilakukan banyak
hal. Berobat ke Singapura. Uang habis. Sampai kami hampir jatuh miskin. Tetap
saja penyakit itu sudah menjalar dalam sistem jaringan tubuh ayah. Dan kata
dokter lagi. Tipis harapan. Tapi kami mau ayah bisa terus ada bersama keluarga
kami. Kami sangat mencintai dia. Tentu saja berita itu menjadi angin segar di
tengah kekalutan kami. Setelah melalui kesepakatan keluarga akhirnya ayah juga
harus melaksanakan ritual itu.
Pagi-pagi
sekali kami sekeluarga sudah ada di barisan depan dari orang-orang yang ikut
antrian. Muncullah Lira di tengah pagi buta itu. Duduk dengan gagahnya dan
mulai melaksanakan ritualnya. Seperti biasanya kardus itu ada di sampingnya dan
masih kosong. Ayah adalah orang pertama. Aku menyodorkan gelas berisi air
kepada Lira. Ia mencelupkan batu ajaib itu dan memberikan pada ayah untuk
diminum.
Setelah
ritual itu selesai. Mujizat terjadi. Ayah jadi bersemangat lagi. Ia bisa
bergerak. Berjalan. Bercanda dengan cucu-cucunya. Seluruh keluarga jadi gembira
dan bahagia. Kami merayakan hari yang penuh bahagia ini dengan pesta besar.
Tetangga-tetangga diundang, sahabat-sahabat datang menyaksikan mukjisat yang
terjadi. Bahkan beberapa wartawan juga ikut hadir. Tentu yang paling istimewa
adalah Lira. Ia adalah tamu paling istimewa. Ia dilayani dengan sangat-sangat
istimewa. Ia menjadi malaikat bagi keluarga kami. Ia telah mengembalikan
harapan yang hampir pudar. Perayaan ini berlangsung hikmat dan meriah.
Tiba-tiba
di sela acara yang meriah itu. Ayah yang duduk di kursi roda itu. Menggeram
kesakitan. Matanya memerah. Ia jatuh dan berguling-guling di lantai. Semua
orang kalang kabut. Apa gerangan terjadi? Semua keluarga berkumpul mengelilingi
ayah. Tangisan tak tertahan memenuhi ruangan pesta. Tubuh ayah terus mengejang
detak jantung melemah. Dokter dipanggil tapi tak bisa buat apa-apa. Tangisan
makin menjadi-jadi. Detak jantung ayah semakin melemah. Lira…lira…panggil lira…!!.
Lira tak juga muncul
batang hidungnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar