Ia yang menari sepanjang waktu dalam kepalaku
Menghentakkan kaki lembutnya pada jiwaku yang
kalut
Menyentuh pedalaman hatiku dengan wajahnya yang
lembut
Membuatku berpaling dari bunga-bunga yang dekat
Membuatku mati oleh kesepian melekat
Aku telah mencitainya dengan susah payah
Sebagai kumbang tak bersayap kehilangan indra
penciuman
Kehilangan manis bunga impian
Dan ia tak kunjung-kunjung datang
Haruskah aku mati seorang diri?
Terlalu banyak pahit kopi dan kesepian kuteguk
Dan ia hanya bayangan dalam kepalaku
Pagi datang membawa malam
Kesepian juga mengancam
Kuseduh kopi pahit dan berpikir
Terlalu banyak kata kuhamburkan
Kusedu pula kesepian dan kuteguk sampai tandas
Dan ia hanya bayangan
Selamat tinggal
—Baciro,
21 november 2014